Legenda Kalamboro (Asal Mula Permandian Air Panas Wungkolo)
KALAMBORO
PADA zaman dahulu kala, sebelum Pulau
Wawonii dihuni oleh manusia. Hiduplah sosok makhluk yang sangat buas dan menakutkan.
Makhluk itu bernama Kalamboro. Ia tinggal di Kumapa (gua) yang terletak di tengah hutan Pulau Wawonii. Kalamboro adalah makhluk
hutan yang bertubuh besar, tinggi, dan kekar. Rambutnya putih dan terurai
panjang melewati pinggangnya. Kuku serta gigi taringnya panjang dan tajam
seperti ujung pisau.
Setiap hari Kalamboro berburu untuk
mencari makanan. Ia memakan hasil buruannya dengan cara menghisap darahnya,
mencabik-cabik dagingnya lalu memakannya. Hingga yang tersisa tinggal tulang
belulang saja. Setelah Kalamboro kenyang, ia biasanya mencari pohon besar yang
tinggi untuk di jadikan tempat beristirahat.
Kalamboro sangat senang terhadap mangsa
yang berukuran besar, seperti anoa dan babi hutan. Babi hutan adalah buruan
yang mudah ia tangkap. Sedangkan anoa merupakan buruan yang membuatnya
tertantang, karena dengan kelincahan dan tanduknya yang tajam, anoa selalu
melakukan perlawanan sebelum ia di mangsa oleh kalamboro.
Pada suatu hari, ketika kalamboro sedang
berburu. Tiba-tiba ia di serang oleh sekelompok anoa. Pada peristiwa itu
kalamboro terluka, namun kalamboro berhasil meloloskan diri. Kalamboro sangat
marah dan bersumpah akan memangsa satu persatu anoa-anoa itu sampai habis.
Sumpah kalamboro itu benar-benar terwujud. Anoa-anoa yang hidup di hutan itu,
satu persatu di mangsa olehnya. Hingga akhirnya tak satu pun anoa yang hidup di
hutan itu.
Namun setelah puas memangsa semua
anoa-anoa itu, kalamboro malah semakin buas dan rakus. Matanya berubah menjadi merah
darah, karena terlalu banyak meminum darah anoa.
Kini kalamboro tidak memilih mangsa lagi.
Bahkan tupai yang sebelumnya di biarkan hidup, kini di mangsanya pula. Kebuasan
kalamboro mengakibatkan semua binantang yang hidup di hutan itu ketakutan. Mereka
berharap agar kalamboro cepat mati agar hidup mereka menjadi tenang.
Suatu hari sekelompok babi hutan
mendatangi hutan keramat untuk menemui sang pelindung hutan. Dia adalah rusa
bertanduk emas. Mereka datang meminta saran kepada rusa bertanduk emas tentang
cara untuk melindungi diri mereka dan untuk membalas perbuatan kalamboro.
Rusa bertanduk emas menampakkan diri.
Tubuhnya dikelilingi oleh cayaha. Tanduk emasnya menyilaukan mata. Pimpinan babi
hutan langsung mendekati sang rusa dan menceritakan maksud kedatangan mereka.
Setelah
mendengarkan pengaduan mereka, sang rusa pun berkata:
“Gigitlah salah satu kakinya secara
beramai-ramai ketika ia sedang tidur”
“Baiklah wahai rusa yang agung!” ucap pimpinan
babi hutan.
Sekelompok babi hutan itu pun bergegas pulang untuk menyusun rencana...
Ketika malam telah tiba, kalamboro pun kembali ke Kumapa (gua) untuk beristirahat. Ia sangat kelelahan karena seharian
berburu mangsa, namun dalam perburuannya ia hanya menemukan mangsa yang
berukuran kecil saja, seperti tupai dan musang. Setelah membaringkan badannya,
kalamboro pun langsung tertidur.
Dengan tidurnya kalamboro yang begitu
nyenyak, membuat sekelompok babi hutan memiliki peluang emas untuk menjalankan
rencana mereka. Sekelompok babi hutan itu pun masuk kedalam Kumapa (gua) tempat kalamboro beristirahat. Secara
bersamaan mereka menggigit kaki kanan kalamboro yang sedang tidur dan langsung
belari ketika kalamboro berteriak kesakitan.
Setelah kalamboro terbangun, ia
mengamuk kesakitan dan memukul bebatuan yang ada di sampingnya. Namun amukannya
membuat kakinya semakin sakit. Beberapa hari kalamboro tidak pergi berburu. Ia
menetap di kumapa wuku untuk menyembuhkan luka di kakinya.
Ketika Kalamboro sedang tidur. Rusa
bertanduk emas mendatangi kalamboro melalui mimpi. Kalamboro terkejut melihat
cahaya terang melaju seperti angin. Cahaya itu mendekat dan semakin dekat
menghampirinya. Setelah dekat, tampaklah seekor rusa jantan berbulu putih dan
bertanduk emas.
Rusa bertanduk emas itu berkata kepada
Kalamboro ;
“Wahai kalamboro! Aku akan menitipkan
padamu seekor anak monyet untuk engkau pelihara hingga ia menjadi dewasa. Jika
engkau memangsanya, maka engkau akan binasa. Ingat pesanku ini baik-baik! Jika
engkau melanggarnya. Malapetaka akan datang menghampirimu”.
Setelah mengucapkan pesan itu, rusa
bertanduk emas langsung berubah menjadi api yang berkobar. Kalamboro pun
langsung terbangun dari tidurnya dan memandang sekelilingnya. Namun ia tidak
melihat rusa bertanduk emas itu, melainkan pohon-pohon tinggi yang di selimuti
kegelapan malam. Ia pun kembali melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya luka di kaki kalamboro
telah sembuh, Kalamboro kembali melanjutkan perburuannya yang beberapa hari
sempat tertunda. Ia berjalan melewati hutan dan beberapa lembah, tempat ia
biasa mendapatkan mangsanya. Setelah berjalan cukup jauh, tak satu pun mangsa
yang ia temukan. Semakin lama berjalan Kalamboro mulai merasa lapar. Ia terus
melanjutkan perjalanannya, namun hasilnya pun tetap tidak ada.
Kalamboro akhirnya kelelahan, dan ia
pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon kolaka. Dalam
peristirahatannya, tak sengaja ia melihat seekor babi hutan sedang berjalan
sendirian. Dengan gerak cepat, kalamboro mengejar babi hutan tersebut. Tak lama
kemudian ia berhasil menerkam lalu memangsanya seketika. Setelah puas memakan
habis daging buruannya itu, ia bergegas pulang menuju tempat peristirahatannya
di Kumapa (gua).
Di tengah perjalanannya, ia mendengar
suara dari atas pohon. Dengan tenang ia menatap ke atas, ternyata suara itu berasal
dari seekor anak monyet. Setelah melihat anak monyet itu, Kalamboro tergiur
untuk menjadikannya santapan terakhir. Karena sifatnya yang buas dan rakus, ia
melupakan pesan sang rusa bertanduk emas. Tanpa ragu-ragu, ia langsung menerkam
anak monyet itu dan melahapnya seketika.
Kalamboro kembali dengan gembira karena
perutnya telah terisi penuh. Sesampainya di Kumapa (gua), Kalamboro membaringkan badannya dan
langsung tertidur karena kekenyangan. Di dalam tidurnya, ia kembali di datangi
oleh rusa bertanduk emas. Sang rusa mengubah wujudnya menjadi api yang
berkobar-kobar dan berkata dengan suara menggelegar;
“Wahai makhluk yang rakus, kau telah
mengabaikan pesanku. Kau telah membunuh pewaris hutan belantara ini. Kau tidak
pantas untuk hidup lagi. Aku kutuk kau menjadi gunung merapi...!”
Setelah itu, kalamboro terbangun dan berlari keluar
gua menuju pohon besar karena
merasakan panas di sekujur tubuhnya. Dengan seketika, Kalamboro berubah menjadi gunung
merapi yang siap untuk meletus. Sesaat kemudian, gunung tersebut meletus dan
mengalirkan lahar panasnya dari puncak gunung sampai ke lautan.
Konon, bekas aliran lahar panas itu kemudian menjadi “Laa Wawonii”
(sungai wawonii) yang
mengalir dan membentuk tujuh cabang sungai. Sedangkan bekas letusan gunung merapi itulah yang membentuk telaga dan permandian “baho mokula” (air
panas). Telaga itu
berbentuk kawah dan berada di ketinggian lembah. Di dekat telaga ada sebuah
pohon besar dan masyarakat setempat menamakan telaga itu “tahi laro” yang artinya laut dalam. Tidak jauh
dari telaga terdapat sebuah gua yang konon adalah gua kalamboro. Destinasi
wisata tersebut terletak di desa wungkolo, kecamatan wawonii selatan, kabupaten
konawe kepulauan (pulau wawonii).
Komentar
Posting Komentar